Mata di Bursa – Lanskap bisnis di awal milenium ini mengalami banyak perubahan. Seiring dengan perkembangan teknologi terutama teknologi komputer semakin mengakselerasi perkembangan bisnis masing-masing sektor. Salah satu contohnya adalah sektor perbankan. Mulai dari teknologi Auto Teller Machine (ATM) hingga transaksi yang dilakukan melalui gadget.
Untuk masa sekarang, teknologi ATM justru sudah obsolet (usang). Masa kejayaannya sudah lewat satu dekade yang lalu meskipun masih banyak digunakan. Sekarang banyak bank yang justru menantang dirinya sendiri untuk menggeser keberadaan kantor cabang atau bahkan ATM dengan pos-pos banking yang portabel. Yang fiturnya tidak hanya transaksi transfer saja, melainkan bisa buka rekening juga, tanpa harus tatap muka dengan Customer Service (CS) di kantor cabang. Ada 2 bank yang sekarang sudah terlihat saling berlomba, ialah BRI dan BCA.
Dulu sekali, keunggulan utama dari BRI adalah luasnya jaringannya – maksudnya jumlah kantor cabangnya. Ada lebih dari 10.000 cabang BRI di seluruh Indonesia, belum termasuk yang di luar negeri. Karena setiap Kecamatan di Indonesia sudah ada cabang BRI. Dan itu dulu pernah sangat dibangga-banggakan oleh BRI dan pemerintah. Tetapi di dunia ini memang selalu ada paradoks. Di mana ada keunggulan yang menonjol, justru di situlah menjadi beban dan kelemahan.
Dengan jumlah kantor cabang yang sedemikian gemuknya, tentu semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh menejemen. Ambil satu contoh pos pengeluaran saja, gaji karyawan misalnya, tinggi sekali pastinya. Maka dengan perkembangan teknologi, menejemen mulai menyesuaikan diri dengan menerbitkan layanan Brilink sejak tahun 2014.
“Layanan BRILink ini, merupakan sebuah inovasi dalam dunia keuangan khususnya perbankan untuk mempermudah akses kepada masyarakat yang belum memiliki layanan perbankan,” tutur Budi Satria, Corporate Secretary BRI dalam siaran pers, Jumat (12/12/2014).
Hingga tahun buku 2017, total agen Brilink sudah mencapai 279.750 lalu meningkat di tahun 2018 menjadi 401.550. Dan catatan sampai tahun 2019 sudah tembus sampai total 422.160. Dengan jumlah transaksi sampai lebih dari 521 juta transaksi. Angka-angka tersebut pasti sulit tercapai seandainya BRI hanya mengandalkan kantor cabang yang justru jumlahnya menyusut menjadi 9.618 cabang di tahun 2019.
Kabar lain juga dicatatkan oleh BCA. Pada dasarnya, BCA adalah salah satu pionir digitalisasi perbankan di Indonesia sejak meluncurkan klikBCA di awal dekade 2000. Tetapi BCA juga menyiapkan inovasi baru yang langkahnya berbeda dengan bank yang lain. Yaitu melakukan akuisisi PT Bank Royal Indonesia di April 2019 dan mengkonversi menjadi bank digital BCA. Uniknya adalah bank digital ini merupakan entitas mandiri tetapi terintegrasi dengan BCA.
Tetapi pemisahan entitas seperti ini memang bisa dimaklumi karena bidikan segmen pasarnya juga berbeda. Entitas BCA lebih fokus ke kredit korporat, sedangkan bank digital BCA lebih ke ritel. Tampaknya BCA memang sangat jeli mengamati bahwa sekarang ada banyak sekali calon nasabah berusia muda yang lebih erat dengan dunia digital. Adapun layanan yang ditawarkan adalah basic banking seperti yang dikatakan oleh Vera Eve Lim, Direktur BCA, “Juni setidaknya layanan basic banking sudah siap, kasih kredit, setor dana, transfer dana, pemindahbukuan, top up, investasi tapi semua prosesnya secara digital. Dan kalau mau tarik tunai nanti bisa pakai ATM BCA”.
Leave a Reply